Madinah

.......................

Mekah

.....................

Bertaubatlah

Ajal tidaklah menunggu kita untuk bertaubat, tetapi kitalah yang menunggu ajal dengan bertaubat.

ADAB MENUNTUT ILMU

Akan aku jelajahi semua negeri untuk mencari ilmu, atau aku akan mati sebagai orang asing, jika diriku harus mati. Aku tidak menyesal karena ALLAH pasti merahmati aku, Tetapi jika selamat, Aku akan segera kembali.

Rabu, 26 Desember 2012

Kebebasan Bertanggung Jawab


Kebebasan Bertanggung Jawab

A.      KEBEBASAN:
B.      Dalam Filsafat, kebebasan adalah:
1.       kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri;
2.       ia ada sebagai konsekwensi dari adanya potensi manusia untuk dapat berfikir dan berkehendak;
3.       sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi makhluk yang memiliki kebebasan, bebas untuk berfikir, berkehendaak dan berbuat;
C.      Aristoteles mengatakan bahwa manusia adaalah makhluk yang berakal budi (homo rationale) yang memiliki tiga jiwa (anima), yakni:
1.       Anima avegatitiva atau roh disebut vegetatif;
Anima ini funngsinya untuk makan, tumbuh dan berkembang biak;
2.       Anima sensitive, yakni yakni jiwa untuk merasa, sehingga manusia punya naluri, nafsu, mampu mengamati, bergerak, dan bertindak;
3.       Anima intelektiva, yakni jiwa intelek.
Anima ini memungkinkan manusia untuk berpikir, berkehendaak dan punya kesadaran.

D.      BERTANGGUNG JAWAB
1.         Dalam filsafat, pengertian tanggung jawab adalah kemampuan manusia yang menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekwensi
2.         Perbuatan tidak bertanggung jawab, adalah perbuatan yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan juga.
3.         Burhan Bungin, 2006: 43, tanggung jawab merupakan restriksi (pembatasan) dari kebebasan yang dimiliki oleh manusia, tanpa mengurangi kebebasan itu sendiri.
4.         Tidak ada yang membatasi kebebasan seseorang kecuali kebebasan orang lain.
5.         Jika kita bebas berbuat, maka orang lain juga mamiliki hak untuk bebas dari konsekwensi pelaksanaan kebebasan kita.
6.         Dengan demikian kebebasan manusia harus dikelola agar tidak terjadi kekacauan.
7.         Norma untuk mengelola kebebasan itu adalah tanggung jawab social;
8.         Tanggung jawab sendiri merupakan implementasi kodrat manusia sebagai makhluk social;
9.         Maka demi kebaikan bersama, pelaksanaan kebebasan manusia harus memperhatikan kelompok social di mana ia berada;

E.       TEORI TANGGUNG JAWAB SOSIAL
1.         Teori ini menyatakan bahwa media harus meningkatkan standar secara mandiri, meyediakan materi mentah dan pedoman netral bagi warga negara untuk mengatur dirinya sendiri;
2.         Hal ini sangat penting bagi media, karena kemarahan publik akan memaksa pemerintah untuk menetapkan perturan untuk mengatur media.
3.         Menurut golongan libertarian, pemerintah merupakan “musuh utama dari kebebasan” dan pemerintahan yang paling minimal dalam memerintah adalah pemerintahan yang paling minimal dalam dalam memerintah adalah pemerintahan yang paling baik.
4.         Pers memiliki tanggung jawab utama untuk menentukan dan menerapkan standar tanggung jawab social, tapi prosesnya juga harus “sejalan dan sistematis dengan usaha-usaha masyarakat, konsumen, dan pemerintah”.
Sumber: Diadopsi dan diadaptasi:
Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, Etika dan Filsafat Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2010. Hlm.242 - 245.



Jumat, 21 Desember 2012

Hidayah Mendatangkan Hidayah - Kesesatan Mendatangkan Kesesatan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


Hidayah Mendatangkan Hidayah - Kesesatan Mendatangkan Kesesatan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
 
Amal kebaikan membuahkan hidayah. Seiring bertambahnya amal kebaikan maka hidayah pun akan meningkat. Sementara amal kejahatan sebaliknya. Hal itu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai amal kebaikan sehingga memberikan balasan atasnya dengan hidayah dan keberuntungan, serta membenci amal kejahatan dan membalasinya dengan kesesatan dan kesengsaraan. Terulang-ulang dalam Al-Qur’an dijadikannya amalan yang ada pada qalbu dan anggota badan sebagai sebab hidayah atau sebab kesesatan. 

Sehingga pada qalbu dan anggota badan ini terdapat amalan-amalan yang membuahkan datangnya petunjuk, layaknya hubungan sebab dan musababnya. Demikian pula kesesatan. Amal kebaikan membuahkan hidayah. 
Seiring bertambahnya amal kebaikan maka hidayah pun akan meningkat. Sementara amal kejahatan sebaliknya. Hal itu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai amal kebaikan sehingga memberikan balasan atasnya dengan hidayah dan keberuntungan, serta membenci amal kejahatan dan membalasinya dengan kesesatan dan kesengsaraan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai kebaikan dan mencintai para pemeluknya sehingga mendekatkan qalbu mereka kepada-Nya seukuran kebaikan yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga membenci kejahatan dan para pemeluknya sehingga menjauhkan qalbu mereka dari-Nya seukuran dengan kejahatan yang melekat pada dirinya. Yang mendasari prinsip ini di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الم. ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. ” (Al-Baqarah: 1-2) Ayat ini mengandung dua hal:

Pertama, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepada orang yang menjauhi apa yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum turunnya Al-Qur’an. Karena manusia dengan keragaman agama dan ajaran mereka, sesungguhnya telah menetap pada diri mereka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala membenci kezaliman, perbuatan-perbuatan keji, kerusakan di muka bumi, serta membenci pelakunya, dan mencintai keadilan, kebaikan, kedermawanan, kejujuran, perbaikan di muka bumi serta mencintai pelakunya. 
Sehingga ketika turun Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan pahala kepada para pemeluk kebaikan dengan memberikan taufik-Nya kepada mereka untuk beriman kepada Al-Qur’an sebagai balasan atas kebaikan dan ketaatan mereka. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala biarkan para pelaku kejahatan, kekejian, dan kezaliman sehingga terhalangi antara mereka dan petunjuk Al-Qur’an. Kedua, bahwa bila seorang hamba beriman kepada Al-Qur’an serta mendapat petunjuk darinya secara global dan menerima perintah-perintahnya serta membenarkan berita-beritanya, maka itu menjadi sebab hidayah yang lain yang ia dapatkan secara lebih rinci. Karena hidayah itu tidak ada habisnya sampai manapun seorang hamba dalam hidayah, di atas hidayahnya ada hidayah yang lain. Setiap kali seorang hamba bertakwa kepada Rabbnya maka dalam kadar itu hidayahnya meningkat kepada hidayah yang lain. Maka dia tetap berada pada tambahan hidayah selama berada pada takwa yang bertambah, dan setiap kali ia melewatkan bagian dari takwa maka akan terlewatkan pula hidayah yang seukuran dengannya. Sehingga setiap bertambah takwa bertambah hidayahnya dan setiap bertambah hidayahnya bertambah pula takwanya. Allah Subhanahu wa 

Ta’ala berfirman:
قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ. يَهْدِي بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. ” (Al-Ma’idah: 15-16)
اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). ” (Asy-Syura: 13)
سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى
“Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran. ” (Al-A’la: 10)
وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُنِيبُ
“Tidak ada yang mengambil peringatan, kecuali orang-orang yang kembali. ” (Ghafir: 13)
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya. ” (Yunus: 9) Allah Subhanahu wa Ta’ala beri petunjuk mereka untuk beriman dahulu. Maka ketika mereka beriman, Allah Subhanahu wa Ta’ala beri hidayah lagi untuk beriman lagi, hidayah setelah hidayah yang lain. Yang semacam ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَيَزِيدُ اللهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. ” (Maryam: 76)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan. ” (Al-Anfal: 29) Termasuk dari furqan (pembeda) adalah cahaya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan, yang dengannya mereka dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Termasuk furqan juga adalah kemenangan dan kemuliaan yang dengannya mereka dapat menegakkan kebenaran serta menghancurkan kebatilan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). ” (Saba’: 9)
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur. ” (Saba’: 19) Ayat itu terdapat dalam surat Luqman, Ibrahim, Saba’, dan Asy-Syura. Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan tentang ayat-ayat-Nya yang dapat disaksikan bahwa itu hanya bermanfaat untuk orang yang sabar dan bersyukur, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan bahwa ayat-ayat imaniah Qur’aniah hanya bermanfaat untuk orang yang bertakwa, takut, dan selalu bertaubat, serta orang yang tujuannya adalah mengikuti keridhaan-Nya. Dan bahwa yang dapat mengingatnya adalah yang takut kepada-Nya:
طه. مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لِتَشْقَى. إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى
“Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). ” (Thaha: 1-3)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang hari kiamat:
إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا
“Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit). ” (An-Nazi’at: 45) Adapun orang yang tidak beriman dengan adanya kiamat, tidak mengharapnya, dan tidak takut kepadanya, maka tidak akan bermanfaat untuknya ayat kauniyah maupun ayat Qur’aniah. Oleh karenanya, tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam surat Hud tentang hukuman atas umat-umat yang mendustakan para rasul dan apa yang menimpa mereka di dunia berupa kehinaan, setelahnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. ” (Hud: 103) Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan bahwa pada hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap para pendusta ada ibrah bagi orang yang takut terhadap azab akhirat. Adapun orang yang tidak beriman terhadap adanya siksa dan tidak takut darinya maka hal itu tidak akan menjadi ibrah baginya. 

Bila mendengar tentangnya, ia akan mengatakan: masih saja di alam semesta ini ada kebaikan, kejelekan, kenikmatan, kemiskinan, kebahagiaan, dan kesengsaraan (yakni hal yang biasa). Bahkan terkadang menyandarkan kejadian-kejadian itu sebagai peristiwa alam semata.

Sabar dan syukur itu menjadi sebab seseorang bisa mendapat manfaat dari ayat-ayat. Karena iman itu terbangun di atas sabar dan syukur. Setengahnya sabar dan setengah yang lain syukur. Seukuran sabar dan syukurnya, muncul kekuatan imannya.

Yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ayat-ayat-Nya. Dan imannya tidak akan sempurna kecuali dengan sabar dan syukur. Puncak syukur adalah tauhid, sedangkan puncak sabar adalah tidak menuruti hawa nafsu. Sehingga jika seseorang itu musyrik dan mengikuti hawa nafsu berarti dia tidak bersabar dan tidak bersyukur. 

Walhasil, ayat-ayat tidak akan bermanfaat baginya dan tidak akan berpengaruh dalam menumbuhkan iman kepadanya. Adapun masalah berikutnya yaitu bahwa kejahatan, kesombongan, kedustaan, itu mengakibatkan kesesatan, maka keterangan semacam ini juga banyak dalam Al-Qur’an. Semacam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ. الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. ” (Al-Baqarah: 26-27)
وَيُضِلُّ اللهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan berbuat apa yang Dia kehendaki. ” (Ibrahim: 27)
فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللَّهُ أَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوا
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri?” (An-Nisa’: 88)
وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلًا مَا يُؤْمِنُونَ
“Dan mereka berkata: ‘Hati kami tertutup. ’ Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman. ” (Al-Baqarah: 88)
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. ” (Al-An’am: 110) Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan bahwa Dia menghukum mereka karena mereka menyingkir dari iman ketika iman datang kepada mereka, dalam keadaan mereka mengetahuinya namun justru berpaling darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka dengan membalikkan qalbu dan pandangan mereka serta menghalangi antara mereka dan iman, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya. ” (Al-Anfal: 24) Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka untuk menyambut Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya ketika menyeru mereka kepada sesuatu yang menghidupkan qalbu dan arwah mereka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan mereka dari keengganan mereka untuk menyambut, yang mana hal itu menjadi sebab munculnya penghalang antara mereka dengan iman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. ” (Ash-Shaff: 5)
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. ” (Al-Muthaffifin:14) Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa perbuatan mereka menyebabkan tertutupnya qalbu mereka dan menghalangi antara mereka dengan iman kepada ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga merekapun menyebut ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya sebagai ‘cerita-cerita orang dahulu’. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang orang munafik:
نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
“Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. ” (At-Taubah: 67) Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan kepada mereka karena mereka melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala melupakan mereka dan membiarkan mereka tidak mendapat petunjuk dan rahmat. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memberitakan bahwa Dia membuat mereka lupa sehingga mereka tidak mencari sesuatu untuk menyempurnakan diri mereka dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Keduanya adalah petunjuk dan agama yang benar. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat mereka lupa untuk mencari hal itu, untuk mencintainya, mengetahuinya, bersemangat untuk mendapatkannya, sebagai hukuman karena mereka melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:
أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ. وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَءَاتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
“Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya. ” (Muhammad: 16-17) Allah Subhanahu wa Ta’ala memadukan untuk mereka antara mengikuti hawa nafsu dan kesesatan, yang kesesatan itu sesungguhnya adalah buah dan akibatnya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memadukan dalam diri orang-orang yang mendapat hidayah antara ketakwaan dan hidayah.
(diterjemahkan dan diringkas dari kitab Al-Fawa’id karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah hal. 145-149, oleh Qomar Suaidi)

Sumber: asysyariah. com/syariah. php?menu=detil&idonline=749 sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 

Bahaya HP bagi Wanita


Bahaya HP bagi Wanita
 
Bahaya alat (HP) ini bagi para wanita sangatlah besar, terutama pada sesuatu yang bisa menimbulkan fitnah dan tipu daya. Dan juga pada perkara yang terkadang mengejutkan berupa kalimat-kalimat manis, yang tampak dari luar itu seolah-olah merupakan rahmah (kasih sayang) namun pada hakekatnya itu adalah adzab.

Para wanita itu adalah orang-orang yang kurang akal dan kurang agamanya. Oleh karena itulah disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata :
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم في أضحى أو فطر إلى المصلى، فمر على نساء فقال : يا معشر النساء تصدقن فإني أريتكن أكثر أهل النار. فقلن :وبم يارسول الله؟! قال : تكثرين اللعن وتكفرن العشير، ما رأيت من ناقصات عقل ودين أذهب للب الرجل الحازم من إحداكن! قلن ومانقصان ديننا وعقلنا يارسول الله؟ قال : أليس شهادة المرأة مثل نصف شهادة الرجل؟ قلن :بلى. قال : فذلك من نقصان عقلها. أليس إذا حاضت لم تصل ولم تصم ؟ قلن : بلى. قال : فذلك من نقصان دينها

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada hari ‘Idul Adha atau ‘Idul Fithri manuju mushalla, kemudian beliau melewati sekumpulan wanita, maka beliau pun bersabda : “Wahai sekalian wanita, bershadaqahlah kalian, karena sungguhnya aku melihat kalian adalah penghuni an- nar (nereka) yang paling banyak. ”

Mereka (para wanita tadi) bertanya: “Mengapa bisa demikian wahai Rasulullah?” Beliau bersabda : Kalian banyak melakukan caci maki dan membangkang pada suami. Dan aku tidak pernah melihat (manusia) yang kurang akal dan agamanya namun mempermainkan akal kaum pria yang bijak dari pada kalian.

Mereka (para wanita) berkata : ‘Apa yang dimaksud dengan kurangnya agama dan akal pada kami wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda: Bukankah persaksian seorang wanita itu sama dengan setengah persaksian seorang laki-laki? Kami mengatakan : ‘Ya, benar. ’ Beliau bersabda: Itulah di antara bentuk kurang akalnya. 

Dan bukankah seorang wanita jika haid, dia tidak shalat dan tidak berpuasa?
Mereka menjawab: ‘Ya, benar. ’ Beliau bersabda: Itulah di antara bentuk kurang agamanya.
(HR. Al-Bukhari 298, Muslim 80) Bahaya alat (HP) ini bagi para wanita sangatlah besar, terutama pada sesuatu yang bisa menimbulkan fitnah dan tipu daya. Dan juga pada perkara yang terkadang mengejutkan berupa kalimat-kalimat manis, yang tampak dari luar itu seolah-olah merupakan rahmah (kasih sayang) namun pada hakekatnya itu adalah adzab. Sebagian wanita terkadang tidak mampu bersikap dengan tepat ketika menghadapi hal-hal yang demikian, bahkan terkadang terpengaruh olehnya. Ini terutama menimpa sebagian pemudi yang sudah mencapai masa pubertas, yang mereka itu tidak bisa melihat perkara yang bermanfaat/positif bagi diri mereka sendiri tanpa adanya perhatian dan pengawasan dari orang-orang yang mengurusi (wali-wali) mereka, yaitu anak-anak yang tidak membentengi dirinya dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Memberikan kesempatan kepada seorang wanita untuk memegang HP, sehingga HP tersebut terus bersama dia, baik di kamarnya, di jalan, pasar dalam keadaan tanpa adanya pengawasan dan perhatian dari walinya dari kalangan orang-orang yang bertaqwa, sehingga mereka bebas menelepon dan berbicara dengan siapa saja sekehendaknya, berkawan dengan siapa saja baik laki-laki maupun perempuan, janjian dengan mereka, — kecuali wanita yang memang Allah beri rahmat kepada mereka — , maka ini wahai ummat Islam adalah peringatan penting.

Sungguh wanita itu sangat lemah, dia sangat mudah larut dan rusak di tengah-tengah fitnah ini, dan syaithan mempermainkan mereka semaunya.

Seruan Penting Kepada Setiap Wanita ‘Afifah (yang menjaga kehormatannya) Kegembiraan apa yang lebih besar daripada ketika Allah memberikan hidayah kepada engkau? Sungguh engkau mendapat kemuliaan setelah merasakan kehinaan, ketinggian setelah kerendahan, bagaimana keadaan wanita dahulu sebelum masa Islam dan bagaimana keadaannya setelah Islam! Allah memuliakan wanita, baik ibu, saudara perempuan, anak perempuan, istri, dan kerabat yang barangsiapa menyambung tali kekerabatan (silaturrahim), maka Allah akan menyambungnya, dan barangsiapa yang memutusnya, maka Allah akan memutusnya.

Maka apakah yang diinginkan oleh para penyeru kebebasan (emansipasi) wanita?! Apakah (dengan syariat Islam) ini wanita menjadi terkekang di bawah agama Islam?! Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. Kita perhatikan, fenomena yang tampak pada umat ini berupa kerusakan dan telanjangnya sebagian wanita, serta tampilnya sebagian mereka di layar HP dengan berbagai perhiasannya dalam keadaan menari, dan sebagian mereka tampil dalam kondisi telanjang yang sangat memalukan, tidak pernah dijumpai yang seperti ini di negeri-negeri kaum muslimin. Bahkan hal yang seperti ini berasal dari negeri-negeri kafir. Kita memohon kepada Allah keselamatan.

Dan termasuk yang serupa dengan perkara tersebut adalah munculnya sebagaian wanita sebagai bintang iklan, maka di manakah rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala?! Tidakkah kamu ingat -wahai hamba Allah- hari kematian engkau, di saat pergi meninggalkan dunia ini untuik menuju akhirat?! Tidakkah kamu ingat ketika menghadap Allah Ta’ala besok dan Dia menanyai engkau tentang apa yang kamu lakukan tersebut?! Bagaimana jawabanmu pada hari itu?! Bimbingan Kelimabelas Tidak Memberi Kesempatan Kepada Anak Kecil dan Anak yang Memasuki Usia Puber untuk memegang HP

Demikain juga termasuk perkara yang penting adalah tidak memberi kesempatan kepada anak kecil untuk memegang HP, karena sesuatu yang dipegang anak kecil itu sering hilang, kecurian, ataupun yang lainnya, dan mereka tidak mengerti bahaya yang ada pada HP. Demikian pula keadaan anak yang sedang memasuki masa puber. Kecuali disertai adanya perhatian dan peringatan yang keras dari perkara yang bisa menyeret dia untuk terjatuh ke dalam bahaya yang besar karena alat (HP) ini. Anak-anak itu berada dalam tanggung jawab ayah dan ibu mereka sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(At-Tahrim: 6)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كلكم راع ومسئول عن رعيته فالإمام راع وهو مسئول عن رعيته والرجل في أهله راع وهو مسئول عن رعيته ،والمرأة في بيت زاوجها راعية ،وهي مسئولة عن رعيتها،والخادم في المال سيده راع وهو مسئول عن رعيته
Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang suami itu pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu, seorang istri itu pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang pembantu itu pemimpin bagi harta tuannya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR. Al-Bukhari 2278, Muslim 1829)

sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Abu Ibrahim