Selasa, 09 Oktober 2012

Perbedaan Etika dan Etiket

Perbedaan Etika dan Etiket

Perbedaan Pokok Etika dengan Etiket:
1.       Etika
a.       menyangkut cara perbuatan yazng harus dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok tertentu;
b.      memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri;
c.       menyangkut apakah suatu perbuatan bias dilakukan antara ya dan tidak;
d.      tidak memperhatikan orang lain atau tidak;
e.      jauh bersifat mutlak;
f.        prinsip sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar;
g.       lebih menyangkut aspek internal manusia;
h.      dalam hal perilaku etik, manusia tidak bisa  bersifat kontradiktif;
2.       Etiket
a.       memberikan dan menunjukkan cara yang tepat dalam bertindak;
b.      hanya berlaku dalam pergaulan social;
c.       selalu berlaku ketika ada orang lain;
d.      bersifat relative / terjadi keragaman dalam penafsiran;
e.      hanya menyangkut segi lahiriah saja;
f.        dalam hal etiket orang dapat munafik;

Sumber:
Dirangkum dari, Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004, dalam Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 177-178.



1 komentar:

  1. NAMA : FUAD HASAN
    NIM : 2014330033
    PRODI : AGROTEKNOLOGI
    MAKUL PENDIDIKAN PANCASILA (H)



    Pengajaran Pancasila untuk Mahasiswa dengan Metode Partisipatoris Berbasis Imajinasi Rekonstruktif

    ABSTRAK

    Metode pengajaran Pancasila untuk mahasiswa di perguruan tinggi perlu dibuat menjadi lebih menarik, relevan, kreatif, dan non-indoktrinatif, tidak seperti di zaman Orde Baru yang menitikberatkan pada hafalan dan pengulangan, dengan nuansa formalitas yang kental. Tujuannya, mahasiswa tidak merasakan keterasingan dan keberjarakan dengan Pancasila yang oleh sebagian orang dianggap sebagai ‘relik dari masa lalu’, sehingga internalisasi nilai-nilai Pancasila dan re-aktualisasinya jadi lebih mendalam. Berdasarkan pengalaman penulis mengajar MK Pancasila dan Kewarganegaraan selama kurun waktu lima tahun (2009 – 2013) di Universitas Multimedia Nusantara, materi ajar Sejarah Lahirnya Pancasila, Filsafat dan Ideologi Pancasila, sebagai sebuah pengetahuan yang menyejarah (historical knowledge), dapat dibuat lebih menarik penyampaiannya dengan menggunakan pendekatan partisipatoris yang berbasis imajinasi rekonstruktif. Naskah pidato Pancasila yang disampaikan Bung Karno dan Muh. Yamin pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI dan keunggulan Ideologi Pancasila dibandingkan beberapa ideologi besar dunia lainnya merupakan dua pokok materi ajar yang bisa digali secara imajinatif-rekonstruktif dan lalu disampaikan kepada mahasiswa secara lebih partisipatoris. Tidak menutup kemungkinan materi-materi ajar Pancasila dan Kewarganegaraan yang lainnya (Identitas Nasional, Rule of Law dan Konstitusi, Demokrasi, Multikulturalisme, Otonomi Daerah, Wawasan Kebangsaan) juga bisa didekati dengan cara serupa.

    Kata kunci: pendekatan partisipatoris, pengetahuan yang menyejarah, imajinasi rekonstruktif, naskah pidato Pancasila versi Bung Karno dan Muh. Yamin, Ideologi Pancasila.

    Pendahuluan

    Pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia masih diperlukan dan tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan dilindungi dengan payung hukum yang terbaru, yaitu UU No. 12/2012, Pasal 35 ayat 3. Normativitas pengajaran Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat PT merupakan sebuah keniscayaan “untuk membentuk Mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,” dalam rangka pembangunan mentalitas kebangsaan serta pewarisan kemampuan hidup sebagai warganegara yang baik (nation-building capacity). Terkait dengan itu, sejauh menyangkut materi ajar dan metode pengajaran Pancasila dan Kewarganegaraan, kita bisa melihat bahwa di satu sisi, materi ajar Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat PT tidak mengalami banyak perubahan. Hal ini merupakan sesuatu yang baik dalam arti penguatan identitas kebangsaan. Di sisi lain, metode pengajaran Pancasila dan Kewarganegaraan terbilang masih belum terlalu banyak disentuh oleh pembaruan dan penyegaran, belum cukup dieksplorasi dan diperkaya, dan masih belum dibuat jadi lebih menarik dan relevan, padahal zaman terus bergerak dan kita sudah memasuki era digital dan Media Baru. Ketika mahasiswa sekarang sudah mulai terbiasa mencatat dengan menggunakan laptop, tabs dan digital notes di dalam ruang kelas, metode pengajaran dan pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan juga perlu di-update agar tidak menjadi “sekedar nostalgia masa lalu” dan di-cuek-in karena membosankan. Bagaimana caranya? Berikut adalah paparan reflektif yang didasarkan pada pengalaman penulis selama mengajar MK Pancasila dan Kewarganegaraan di Universitas Multimedia Nusantara (Tangerang) sejak 2009. Semoga menginspirasi.

    BalasHapus